Genjot Potensi Pajak Reklame

REMBANG, Lingkarjateng.co.id – Pajak Reklame merupakan komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang ikut berkontribusi pada keuangan daerah.

Pengelolaan dan penertiban secara benar dapat meningkatkan PAD melalui sektor ini lebih optimal.

Kepala Bidang Pendapatan Badan Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPPKAD) Kabupaten Rembang melalui Kasubid Penetapan Penagihan dan Keberatan Eko Yuniarto menjelaskan ada 11 pajak daerah yang diizinkan oleh undang-undang dalam hal ini UU no. 28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Salah satu diantaranya adalah pajak reklame.

Eko mengaku, pajak reklame meskipun bukan termasuk sebagai penyumbang terbesar pada pendapatan asli daerah, namun harus tetap dioptimalkan.

“Sekecil apapun bentuk reklame atau banner promo yang mempunyai nilai ekonomi wajib dikutip pajak, berdasarkan aturan atau perda yang berlaku” ujarnya saat ditemui Lingkar Jateng.

Eko menjelaskan berbagai kendala yang dihadapi BPPKAD dalam mengoptimalkan PAD dari sektor pajak reklame. Pertama, terkait dengan perpanjangan izin. Rata-rata kasus yang ditemui dilapangan adalah masa kontraknya habis namun reklame masih terpasang.

Pihak yang mempunyai kuasa atas reklame tersebut baik perorangan maupun perusahaan serta pihak ketiga belum dan atau tidak melakukan perpanjangan izin. Ada pula kasus yang berkaitan dengan pihak ketiga yaitu peralihan vendor tanpa pemberitahuan kepada BPPKAD.

“Yang kami lakukan tentu pendekatan persuasif, datang ke yang punya reklame, meminta kejelasan pembayaran pajak. Jika masih membandel dan mengabaikan, kami berikan surat peringatan bertingkat. Satu, dua, sampai surat terakhir sebelum penurunan” jelas eko.

Selanjutnya, kedua, yakni Pengurusan ijin yg terlambat. Pemasangan reklame sudah dilaksanakan sebelum pendaftaran dan pengurusan izin ke BPPKAD.

“Ini pernah terjadi tahun 2015 dimana reklame sebuah perusahaan elektronik sudah dipasang sekira 1 tahun lantas baru melakukan pengurusan izin. Berdasar hal itu, kami selalu memperbaharui data dan senantiasa melakukan monitoring mana saja yang izinnya sudah habis, mana saja yang tak berizin,” paparnya.

Ketiga adalah reklame liar atau tak berizin. Eko mengamini bahwa jumlah izin yang dikeluarkan tak sebanding dengan jumlah reklame yang ada di lapangan.

Reklame liar biasanya dijumpai di luar pusat kota atau berada di pinggiran perbatasan.

Disamping itu, Sigit selaku Kasubid Pendaftaran, Pendataan, dan Penilaian BPPKAD menjelaskan grafik pencapaian pendapatan pajak reklame selama 3 tahun terakhir.

Pada tahun 2019, target pendapatan dari pajak reklame sebesar 800 juta dan pembukuannya mencapai 878 juta.

Tahun 2020 target diturunkan karena pandemi menjadi 700 juta namun masih didapat sampai 940 juta.

Untuk tahun 2021, targetnya hanya 600 juta mengingat masih pandemi akan tetapi data sampai akhir Juli sudah mencapai 552 juta.

“Artinya, selama tiga tahun, grafiknya bagus sesuai target. Untuk tahun 2021 ini menunggu perubahan dan belum ditentukan angkanya” pungkas Sigit.

Penulis: cr3/pal/Koran Lingkar Jateng
Editor: Galuh Sekar Kinanthi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *