SEMARANG, Lingkarjateng.co.id – Pengelolaan limbah vaksinasi di beberapa puskesmas di Kota Semarang belum dilakukan secara optimal.
Hal tersebut diungkapkan Kepala Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Jawa Tengah (Jateng), Siti Farida pasca melakukan kajian di 6 puskesmas.
Ditemukan beberapa hal, diantaranya tidak adanya aturan terkait Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) untuk kegiatan penyimpanan di puskesmas.
Kedua tidak terdapat standarisasi bentuk dan struktur bangunan Tempat Penyimpanan Sementara (TPS) Limbah B3.
Ketiga, TPS Limbah B3 Puskesmas belum berizin atau tidak memiliki dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) maupun Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL).
Keempat, rujukan dalam penyusunan SOP pengelolaan limbah vaksin Covid-19 di tiap-tiap puskesmas berbeda.
Kemudian Ada beberapa puskesmas hanya menyebutkan satu jenis limbah B3 untuk diangkut oleh pihak ketiga.
Padahal beberapa puskesmas lain menyebutkan 5 jenis limbah.
Hal selanjutnya, limbah B3 puskesmas yang didalamnya juga terdapat bekas vaksinasi Covid-19 diambil lebih dari 2×24 jam oleh pihak ketiga.
Ini menjadi berbahaya karena limbah tersebut tidak ditempatkan dalam lemari pendingin.
Perlu Pembahasan Kembali Terkait Isi Perjanjian
Berdasarkan hasil tinjauan, belum semua puskesmas di Kota Semarang memiliki lemari pendingin.
Terkait hal itu, isi perjanjian kerjasama dengan pihak ketiga perlu dibahas kembali.
“Selain itu biaya pengangkutan tiap puskesmas berbeda-beda. Tidak disebutkan pula kepastian waktu pihak ketiga dalam mengangkut limbah,” ujar Farida pada Kamis (2/9/21).
Atas temuan itu, Ombudsman meminta kepada Dinas Lingkungan Hidup Kota (DLHK) Semarang dan Dinas Kesehatan Kota (DKK) Semarang untuk melakukan beberapa upaya.
Diantaranya bersama dengan stakeholder terkait, DLHK bisa menyusun peraturan tentang Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan penyimpanan kepada UPT puskesmas.
Kemudian DLHK segera melakukan evaluasi dan pengawasan TPS Limbah B3 di setiap puskesmas.
Sementara untuk DKK, pihaknya mengimbau agar seluruh puskesmas di Kota Semarang untuk melengkapi UKL/UPL.
Selanjutnya DKK bisa melakukan pendampingan dan valuasi dalam penyusunan SOP Pengelolaan Limbah Vaksin Covid-19 di seluruh puskesmas.
“Kemudian DKK segera memberikan pendampingan dan evaluasi penyusunan Perjanjian Kerja Sama dengan pihak ketiga,” imbuhnya.
Farida menegaskan saran perbaikan ini merupakan salah satu bentuk pengawasan dari pihaknya agar mencegah maladministrasi.
Dalam hal ini, Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang diberikan tenggat waktu selama 30 hari. Saran tersebut sudah disampaikan oleh Ombudsman pada 1 September 2021.
“Ombudsman memberikan kesempatan kepada Pemerintah Kota Semarang untuk berkomunikasi dan berkoordinasi secara aktif kepada Ombudsman. Karena tujuan dari kajian cepat ini adalah mencegah terjadinya maladministrasi, khususnya pada pengelolaan limbah vaksinasi.” pungkasnya.
Penulis: nda/pal/Koran Lingkar Jateng
Editor: Galuh Sekar Kinanthi