GROBOGAN, JAWA TENGAH, Lingkarjateng.co.id – Puluhan santri dengan gangguan jiwa di Pondok Pesantren Darul Kailani Adhiya Ulami RT 01 RW 07, Desa Plosorejo, Kecamatan Tawangharjo mengikuti upacara peringatan HUT ke-76 Kemerdekaan Republik Indonesia.
Upacara tersebut berlangsung di halaman depan pondok pesantren yang menampung orang-orang dengan ganguan kejiwaan tersebut.
Mulai dari peserta, pengibar bendera, pembaca teks proklamasi, UUD 45 hingga inspektur upacara dilakukan para santri gangguan jiwa.
Pengasuh Pondok Pesantren Darul Kailani Adhiya Ulami, Kiai Ahmad Sambung Khaeroni bertindak sebagai pembina upacara.
Para santri ODGJ tersebut memakai peci yang berbalut ikat kepala merah putih. Mengenakan kemeja panjang putih dan bersarung.
Baca juga:
Dugaan Pelanggaran Berat Masih Dicari, Bupati Jepara Tetap Bebastugaskan Sekda Edy
Ada yang memakai sendal, ada yang nyeker (tidak memakai sandal), ada pula yang memakai sendal terbalik. Tidak sedikit yang hanya mengenakan satu sandal, entah kanan atau kiri.
Pandangan peserta upacara pun tidak sinkron. Ada yang terus-terusan mendongak ke langit. Ada yang memandang entah ke mana.
Upacara bendera tetap berjalan dengan khidmat. Namun demikian beberapa pasien gangguan jiwa ada yang masih sulit berbaris.
Mereka masih seperti hidup dalam dunianya sendiri. Ada pula yang berbicara sendiri satu sama lain.
Ada pula yang sering mondar-mandir dan keluar barisan. Namun kondisi ini pengurus biarkan saja untuk merangsang kesadaran mereka.
Menurut pengasuh ponpes, aksi upacara bendera tersebut merupakan terapi memori bagi para pasien.
“Kami menyelenggarakan peringatan HUT Kemerdekaan Republik Indonesia dengan pengibaran bendera merah putih. Para klien kami ajak menjadi peserta dan petugas untuk mengikuti upacara bersama,” ujar Kiai Ahmad Sambung Khaeroni.
Baca juga:
Insan Pers Berperan Penting Klarifikasi Hoaks dan Disinformasi
Pihaknya berharap dengan mengikuti upacara kemerdekaan dapat menumbuhkan jiwa nasionalisme mereka kembali. Seperti halnya saat di mana mereka sebelum mengalami gangguan jiwa.
“Bisa jadi memori mereka ada perayaan-perayaan itu,” pungkasnya.
Penulis: ori/lam/Koran Lingkar Jateng
Editor: Galuh Sekar Kinanthi