SEMARANG, Lingkarjateng.co.id – Taman Margasatwa ‘Semarang Zoo’, yang berstatus Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) itu, ternyata juga sebagai Lembaga Konservasi.
Direktur Semarang Zoo, Choirul Awaludin, mengatakan dengan status lembaga konservasi, ‘Semarang Zoo’ memerlihara satwa yang mendapat perlindungan negara.
Sehingga kedepannya, kata dia, pihaknya berencana mendatangkan satwa jenis Aves, dari lembaga konservasi lain yang sudah tak beroperasi.
“Ada beberapa yang dari lembaga konservasi milik swasta yang merugi selama masa pandemi,” ujar Choirul, Rabu (4/8/2021).
Ia mengatakan, satwa tersebut berjenis Bayan dan Kakatua, yang di serahkan BKSDA dari lembaga konservasi milik swasta yang merugi.
Terkait hal itu, Choirul mengaku siap untuk menerima satwa dari lembaga konservasi lain.
Masalah kesehatan, pihaknya memiliki tiga dokter hewan yang setiap harinya selalu memantau kondisi satwa, meski ‘Semarang Zoo’ sedang tidak beroperasi.
Karena menurutnya, satwa tidak boleh dalam keadaan terlalu kurus maupun gemuk. Bahkan setiap tahunnya, satwa Semarang Zoo selalu ada yang berkembang biak.
“Kita tidak bisa memacu satwa untuk berkembang biak. Tetapi kita merawat mereka. Paling banyak rusa dan harimau,” ujarnya.
MELAKUKAN PENANGKARAN SATWA
Choirul mengatakan, target lain kedepan selain konservasi, yakni melakukan penangkaran satwa.
Prinsipnya, kata dia, ‘Semarang Zoo’ bisa mengeluarkan sertifikat untuk satwa yang di kembangbiakkan.
Dengan adanya sertifikat itu, satwa bisa perjualbelikan. Utamanya bagi yang melakukan penangkaran terhadap buaya dan rusa.
“Buaya yang sudah tua bisa di manfaatkan kulitnya misal menjadi kerajinan tas atau sabuk. Sama halnya dengan rusa, dagingnya bisa dikonsumsi,” tuturnya.
Kendati demikian, ia menegaskan harus sesuai dengan syarat dan prosedur yang berlaku.
Salah satunya, satwa harus memenuhi jumlah tertentu agar bisa masuk penangkaran. Hal itu untuk menghindari kelangkaan satwa kemudian hari.
Choirul mengatakan, ide penangkaran itu tercetus untuk antisipasi terjadinya kelebihan populasi satwa.
Karena kata dia, sangat berisiko bila satwa dilepasliarkan ke alam bebas.
“Jadi mungkin penangkaran solusinya. Bisa diperjualbelikan kepada orang-orang yang bertanggung jawab,” ujarnya.
“Namun kalau belum tercapai, kami salurkan satwa ke lembaga konservasi lain,” sambung dia.*
Penulis : Dinda Rahmasari Tunggal Sukma
Editor : M. Rain Daling
Respon (1)