Caping Khas Blora yang Diminati Luar Kota

Kepala Desa Marthin ukie andhana didampingi mahasiswa KKN UNY sambangi pengrajin caping Mbah Joyo Gudel dan memperlihatkan hasil karya capingnya/LILIK YULIANTORO/LINGKAR.CO
Kepala Desa Marthin ukie andhana didampingi mahasiswa KKN UNY sambangi pengrajin caping Mbah Joyo Gudel dan memperlihatkan hasil karya capingnya/LILIK YULIANTORO/LINGKAR.CO

BLORA, Lingkar.co – Meski tampak sederhana, topi caping yang biasanya dipakai petani sebagai topi kerja di ladang membutuhkan proses yang tak mudah. Bahkan, tergolong rumit untuk dapat menyelesaikan satu caping karena melibatkan beberapa orang dalam proses pembuatannya.

Hal tersebut didapati saat kunjungan ke dukuh Mbangking RT003/RW003, kelurahan Tambahrejo, Kecamatan Blora Kota sebagai sentra pembuatan caping di wilayah ini.

Kepala Desa Marthin Ukie Andhana menuturkan kegiatan seperti ini memang menjadi tradisi sejak jaman dulu, di mana warga yang berusia lanjut memilih tetap bekerja namun sebagai pengrajin caping.

“Warga ingin tetap beraktivitas meski berada di rumah, tentunya aktivitas yang menghasilkan uang,” tuturnya, Rabu (12/8/2022).

Menurutnya, dengan sistem seperti ini warisan leluhur kerajinan caping akan terus terjaga meski kerajinan modern mulai banyak masuk ke Ponorogo.

“Saya yakin ini tidak akan punah, pasti ada penerusnya, karena warga selalu ada yang membuat caping,” ungkapnya.

Pantuan Lingkarjateng dilokasi pembuatan caping milik Mbah joyo Gudel (60) terlihat pria berusia senja ini sangat lihai membuat caping, mulai dari yang pemilahan bambu hingga berbentuk lembaran tipis.

Kemudian bambu lembaran tipis dibuat anyaman caping setengah jadi, hingga caping jadi. Tak hanya sampai di situ, usai jadi caping kemudian dikasih blengker atau pinggiran caping, dan semua dikerjakan secara sendiri dan manual.

Sementara itu Mbah Joyo Gudel (60) mengaku setiap untuk membuat caping dibutuhkan waktu dua hari dan dikerjakan secara manual.

“Niki kulo sampun puluhan tahun mas. nyambut damel, ndamel caping, mulai saking alit (sejak kecil) ngantos nyuswone (umur) Kulo setengah abad niki, mulai Milah- milih Pring (bambu) ngantos dados caping. Kulo kerjakan ngantos kaleh dinten (dua hari), kan Kulo Sade telung puluh limo ewu (35rb), tergantung pesanan, ipun,” katanya, dengan bahasa Jawa campuran Blora.

Sedangkan untuk pemasaran sendiri, karena pangsa pasar di Blora kurang baik, akhirnya dijual ke wilayah Jawa timur.

“Peminat, ipun Blora kireng (kurang), nggeh Kulo Sade teng Jatirogo. Kadang Kulo terke kiambak (diantar sendiri). njeh mugi- mugi caping Kulo jatah seng minati khusus, ipun wargi Mblora kiambak,” harapnya.

Penulis : Lilik Yuliantoro

Editor : Muhammad Nurseha

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *